Apa Indahnya Desa Saya?

Lagi, Sabtu Emak Guru minggu lalu dihabiskan untuk menunggui proses shooting siswa. Waktu itu, suami masih belum pulang dari luar kota. Efeknya, si Kecil tidak mau tinggal di rumah. Jadi, dia saya ajak ke lokasi.
Minggu lalu lokasi shooting di desa Sumbergondo, Bumiaji, kota Batu bagian utara. Dari rumah kami di pusat kota, butuh waktu motoran sekitar 15 menit.
Obyek yang difokusi pada hari tersebut adalah insinerator (pembakar sampah) dan komposter. Saat tiba di lokasi, siswa saya sedang mengambil gambar di depan insinerator yang berlokasi di dekat hutan bambu. Insinerator yang satu ini memiliki filter, sehingga asap yang dihasilkan lebih bersih dan tidak bau. Lokasi di hutan bambu juga bagus, sebab daun bambu efektif menyerap karbondioksida. Jadi, masyarakat desa ini dapat membuang sampah ke insinerator, langsung dibakar, tanpa menimbulkan polusi udara. Arang sisa pembakaran dapat digunakan sebagai campuran media tanam. Selain itu, insinerator tidak membutuhkan bahan bakar tambahan. Alat ini didesain memiliki lubang udara di bagian bawah, jadi pembakaran berlangsung terus-menerus karena oksigen dan sampah terus masuk.
Suasana pengambilan gambar di depan insinerator (foto: dokumentasi pribadi)

Sebagai informasi, insinerator ini dibuat dengan biaya dari Dana Desa dan dikelola oleh Bumdes Sumbergondo. Kalau modelnya begini sih, dana desa bermanfaat jangka panjang ya. 
Selain insinerator, desa ini juga memiliki komposter. Komposter digunakan untuk mengolah sampah tumbuhan dan sampah rumah tangga. Saat melihat bagian dalamnya, ada apel yang tidak terolah, sayuran, dan berbagai jenis tumbuhan lainnya. Dalam komposter, bau, memang. Juga produk cairan hasil pembusukan yang dihasilkan dan dialirkan ke bak penampung. Cairan ini kemudian ditambah dengan senyawa khusus, sehingga mengalami fermentasi sempurna. Hasil akhirnya pupuk cair dan kompos yang ... Tada ... Tidak berbau. 
Selama menunggui shooting, si Kecil mencari kesibukan sendiri. Mulai dari baca buku, hingga eksplore sekitar lokasi. 
Yaayy, bertemu bunga yang bisa ditiup :)
Bagi kami yang tinggal di kampung padat penduduk, lahan hijau luas ini anugerah. Si Kecil menemukan tumbuhan putih yang bisa ditiup ini. Saya tidak tahu namanya. Yang jelas, sangat menyenangkan. 
Kami juga berjalan-jalan ke kebun bunga Bokor (di tempat kalian, apa namanya?) dan kebun wortel. Ada pula pohon ceres yang sedang lebat berbuah. Sasaran empuk bagi yang suka memanjat dan menikmati buah imut nan manis. 
Salah satu murid saya ternyata warga desa tersebut, tetapi bukan peserta shooting. Ia memberikan komentar atas foto desanya yang saya unggah di WA. 
"Apa indahnya desa saya?"
Yah, baginya pemandangan hijau segar beraroma wortel itu biasa. Tetapi bagi kami, itu warbyasah. Saya yakin banyak orang seperti saya. 
So, berbanggalah warga desa Sumbergondo (dan warga desa manapun) dengan segala potensi desa kalian. Yakinlah, di luar sana masih banyak orang yang menikmati pemandangan dan udara segar itu. Jadi tolong, pertahankan. Kelola sebaik-baiknya. Saya berharap, lima, sepuluh, atau puluhan tahun lagi masih akan bisa menikmatinya. Juga generasi berikutnya. Ssst, tahu nggak sih, kalian bisa menjadi desa rujukan info pengelolaan sampah, juga desa agrowisata? Tourists will pay for that. 
Kebun bunga 'Bokor' aneka warna, dengan latar pegunungan

Si Kecil di tengah kebun wortel yang harum



Posting Komentar

0 Komentar