SENIN CHEMISTRY: TAPE dan SANG TRANSFORMER?

Bulan puasa begini, saya punya memori bagus dari masa lalu. Salah satunya, kolak buatan nenek buyut. Keistimewaan kolak buatan beliau adalah kuah santan yang tidak terlalu kental. Isinya ubi, pisang, dan bahan lain yang ada. Tetapi satu yang tidak ketinggalan adalah tape singkong. Rasa kolak jadi istimewa, karena ada asam-asamnya gitu. Tidak bikin eneg, menurut saya lho ya.
Romadhon 1441 H ini, kalau belanja pagi juga sering ditawari tape singkong sama tukang sayurnya.
Pernah nggak sih, memikirkan apa yang terjadi dengan singkong hingga bisa berubah menjadi tape? Nah, ayuk kita kaji.

Siapa punya pengalaman mencabut singkong? Pernah? Anda beruntung. Tidak semua orang pernah merasakan beratnya mencabut batang singkong beserta akarnya yang gendut-gendut itu.
Singkong dibudidayakan dengan menanam potongan batang singkong yang sudah cukup tua. Dari tunasnya akan tumbuh batang baru, sementara akar menancap ke dalam tanah dan berfungsi sebagai penyimpan karbohidrat. Simpanan karbohidrat ini yang kemudian menjadi bahan pembuatan tape.
Setelah dicabut, singkong dilepas dari batangnya. Langkah selanjutnya adalah mengupas kulit, lalu mencuci dan memotong sesuai ukuran yang dikehendaki. Kalau di daerah saya, tape singkong potongannya kecil-kecil, sekitar panjang 5-7 sentimeter. Tetapi kalau kalian belinya di Bandung dengan nama Peyeum, tidak jarang ukurannya utuh. (Sst, jangan bilang beli tape singkong di Bandung. Mereka tahunya tape itu yang dari bahan ketan. Kalau dari singkong, namanya Peyeum).
Setelah bersih, singkong dikukus hingga matang. Pada tahap ini, sebenarnya rasa singkong sudah manis dan mengenyangkan. Sudah enak dimakan begitu saja, digoreng asin, hingga diberi toping aneh-aneh semacam cokelat dan kental manis.
Tetapi kita kan mau membicarakan tape, jadi lanjut yuk. Ingat, proses pembuatan tape itu namanya fermentasi. Jadi agar tidak terjadi kontaminasi, pastikan tangan dan segala peralatan yang bersentuhan dengan tape sudah dicuci bersih.
Sambil mendinginkan singkong kukus, siapkan bahan tambahan, namanya yeast alias ragi. Di pasaran, ragi ada yang dijual sudah berupa bubuk halus, ada pula yang dalam bentuk padat seperti tablet. Haluskan saja.
Selain itu, siapkan tempat pemeraman berupa wadah yang dilapisi dengan daun pisang yang sudah dibersihkan. Sebisa mungkin lapisannya rapat, sehingga tidak tembus udara.
Setelah singkong rebus dingin dan bubuk ragi siap, lumuri permukaan setiap singkong dengan ragi.
Setelah itu, tata calon tape singkong di dalam wadah berlapis daun. Lakukan hingga selesai, lalu tutup rapat lagi dengan lapisan daun pisang dan penutup wadah. Pastikan menyimpan calon tape di tempat yang aman pada suhu ruangan. Dilarang membuka tutupnya sebelum fermentasi selesai. Umumnya dalam waktu 2-3 hari sudah jadi. Tandanya jadi? Ada aroma manis khas tape yang bisa dideteksi dari luar kemasan. Teman-teman pasti bisa mengenali aroma ini kalau berada dekat dengan penjual tape.
Apa bedanya singkong kukus dengan tape? Beda banget. Singkong kukus masih perlu dikunyah, tape tinggal ditekan dengan lidah sudah lumer. Rasanya juga lebih manis. Ada aroma khas pula.
Tape yang sudah jadi diapakan? Wah, banyak banget. Dimakan begitu saja sudah enak. Catatan, kalau tape sudah kelewat matang, sebaiknya tidak dikonsumsi karena proses fermentasinya telah mencapai tahap pembentukan alkohol.
Lho, kok begitu. Bagaimana bisa dari singkong yang keras, jadi singkong kukus yang empuk, lalu menjadi tape yang lumer, endingnya jadi sumber alkohol. Nah, begini ceritanya.
Singkong memiliki sistem penyimpanan karbohidrat di akar. Tumbuhan lain juga banyak yang menyimpan karbohidrat. Ada yang di biji (beras, gandum, jagung, dll), buah, dan pada batang (sagu).
Karbohidrat ini berperan bagi tubuh kita untuk menghasilkan energi. Saat bereaksi dengan enzim ptialin dalam ludah, ia menghasilkan glukosa. Mau bukti? Coba deh, nanti berbuka dengan nasi saja. Kunyah-kunyah sampai lama. Coba dirasakan baik-baik, akan terasa nasi yang tadinya hambar, lama-lama terasa manis. Nah, itu reaksi karbohidrat dengan enzim.
Dalam proses fermentasi, glukosa dalam singkong diubah menjadi piruvat. Jika proses fermentasi berlangsung dengan baik, pada tahap selanjutnya piruvat berubah menjadi etanol dan karbondioksida. Makanya selagi fermentasi belum selesai, tidak dianjurkan membuka wadah. Karbondioksida yang dihasilkan membuat tekstur singkong menjadi lembut, sedangkan etanol yang dihasilkan menghadirkan rasa pahit-pahit bagaimana gitu. Makanya kalau tape sudah over matang, tidak manis lagi rasanya. Yang ada malah bikin puyeng. He he.
Mau variasi? Murid saya pernah mencoba membuat tape rasa pandan. Caranya, tambahkan pasta pandan saat mengukus singkong. Jadinya, tape yang tidak biasa. Mau coba?
cabut singkong (Sumber: www.lintaslampung.com)

tape singkong (sumber: hallosehat.com)
Trus transformernya dimana? Transform artinya mengubah. Jadi, transformer artinya pelaku perubahan karakter maupun kondisi. Jadi, siapakah transformer dalam fenomena ini?




Posting Komentar

0 Komentar