Rek, Ayo, Rek. Jalan-jalan ke Monumen Kapal Selam Monkasel

Anak-anak berfoto di depan Monumen Kapal Selam (dok. pribadi)
Masih melanjutkan memoar perjalanan Edutrip Al Hazen Goes to Soerabaya bersama anak-anak kelas 5 SDIT Ibnu Hajar kota Batu. Perjalanan ini dilaksanakan pada tanggal 10 Maret 2020, ketika kasus Corona belum ditemukan di Jawa Timur. Jadi masih aman.

Setelah salat Dhuhur di Masjid Cheng Ho, perjalanan dilanjutkan menuju Monumen Kapal Selam (Monkasel) di dekat Plaza Surabaya. Lokasi masih di tengah kota, dekat dengan Kali Mas Surabaya, tepatnya di Kaliasih, Genteng. Sebagai informasi, terakhir kali nyamperi kali Surabaya sepertinya sudah bertahun yang lalu. Kali ini, saya menemukan kali tersebut bersih. Apresiasi tinggi untuk Bu Risma dan jajarannya yang telah mengubah wajah kota Surabaya menjadi begitu manis.
Di lokasi ini, pengunjung dikenai biaya masuk yang terjangkau, dengan tawaran fasilitas guide, papan petunjuk, teater, ruang pertemuan, dan kolam renang untuk anak.
Tangga masuk Monkasel. Sip untuk selfi rame-rame (dok. pribadi)

Monumen ini adalah bentuk asli dari KRI Pasopati 410 yang pernah digunakan TNI Angkatan Laut di sekitar tahun 1952. Kapal ini pernah digunakan saat terjadi pertempuran Laut Aru yang bertujuan untuk membebaskan Irian Barat. Setelah purna tugas, kapal dialihfungsikan sebagai sebuah monumen dan sarana edukasi sebagai Monkasel. Tadinya saya kepo bagaimana membawa kapal sebesar ini ke tengah kota. Membayangkan jalanan di Surabaya yang sedemikian dari pelabuhan ke tengah kota, pasti menarik. Tetapi saya simpan dulu keponya, karena anak-anak sudah tidak sabar masuk kapal.
Kondisi kapal masih lengkap, sehingga anak-anak bisa menelusuri mulai dari pintu belakang yang berupa mesin pendorong. Lokasi ini boleh dijadikan tempat selfi dan disediakan kursi kecil. Tuh, tidak biasa kan? he he.
Contoh selfi di dalam Monkasel he he (dok. pribadi)

Eksplorasi dilanjutkan dengan ruang mesin, ruang istirahat kru, dan boleh juga mengintip ruang mungil tempat sang Kapten istirahat. Menelusuri area ini, rasanya tidak bisa membayangkan berminggu-minggu berada di dalam kapal ini dengan orang yang sama dan aktivitas terbatas, atau dalam situasi perang. Semestinya anak-anak bisa membayangkan beratnya tugas seorang marinir.
Setiap area dipasangi papan berisi penjelasan fungsi ruang.
Salah satu papan keterangan di dalam Monkasel (dok. pribadi)

Untuk berpindah dari satu area ke area lain kebanyakan diberi akses berupa lubang lingkaran, sehingga harus berhati-hati dan tetap bersikap tertib. Pengunjung tidak perlu khawatir akan udara pengap atau kepanasan, karena Monkasel telah dipasangi beberapa AC.

Selesai tour di dalam kapal, pengunjung diarahkan ke mini teater, untuk menonton film tentang masa aktif KRI Pasopati 410. Serius, anak-anak yang saya kawal begitu konsentrasi sepanjang film. Nah, dalam film ini terjawab pertanyaan saya. Ternyata, untuk membawa kapal tersebut ke tengah kota, kapal dibawa ke PT PAL untuk dipotong menjadi beberapa bagian, sehingga lebih mudah dipindahkan. Tiba di lokasi yang sudah ditentukan, baru kapal dirakit kembali. Film juga menyajikan potongan kondisi ketika perang berlangsung. Aih, perang. Dimana-mana pasti tidak enak. Semoga damai saja seterusnya. Seriusnya anak-anak menonton, menghadirkan keinginan saya berdoa, semoga ada diantara mereka yang terinspirasi.

Situasi setelah keluar teater. Di bagian kanan foto, lokasi penjual souvenir. Tembok bergambar di kiri adalah kolam renang (dok. pribadi)

Usai menonton, berarti kunjungan sudah usai. Kami bersiap menuju lokasi berikutnya: Atlantis Land. Tempat yang sangat menarik, jadi pastikan untuk menyimak postingan berikutnya, ya.
Oh, iya. Rangkaian perjalanan ini tepatnya mengunjungi 4 lokasi, jadi simak juga kunjungan kami ke lokasi pertama di http://www.agustinadewi.com/2020/05/memoar-jalan-jalan-ke-tugu-pahlawan.html.


Posting Komentar

0 Komentar