Ya Guru, Ya Coach

 

Setiap Siswa Memiliki Potensi

Gambar di atas memuat sosok Wibi, salah satu siswa di SMKN 1 Pujon di kelas X APHP 2022 dengan latar belakang manekin yang memamerkan kostum pengantin dari bahan koran bekas. Meski cowok, ternyata dia memiliki hobi memasak dan memiliki minat merancang busana. Bagaimana potensi ini muncul? Bukan melalui sebuah pelatihan dengan lembaga resmi berbayar, apalagi kursus khusus, tetapi melalui sebuah pameran.  

Guru Sebagai Pendidik dan Coach

Sekolah dapat difungsikan sebagai sebuah kawah Candradimuka, dimana siswa yang masuk sekolah dalam posisi seperti di SPBU (merasa dirinya nol) dapat mentas atau lulus sebagai pribadi-pribadi yang mengenal potensi dirinya dan terdidik. Pola seperti ini memungkinkan sekolah memanusiakan manusia dan mengambil peran besar dalam perkembangan siswa. Sekolah dapat menggunakan berbagai cara untuk mengenali potensi siswa, dimana guru menjadi garda depan. Mengapa guru menjadi garda depan? Di sekolah, yang sehari-hari berhadapan langsung dengan siswa adalah guru, baik sebagai guru mata pelajaran, guru kelas, BK, apalagi yang mendapatkan tugas khusus sebagai wali kelas. Saya adalah salah satu guru yang mendapatkan kesempatan hebat sebagai guru mata pelajaran (IPAS, P5, dan Bahasa Inggris) sekaligus wali kelas X APHP.
Kesempatan tersebut saya gunakan sebaik-baiknya untuk mengenal siswa dan memunculkan potensi mereka. Salah satu siswa yang sangat klik dengan saya adalah Wibi. Suatu hari, kelas kami berencana melakukan kegiatan pameran agar penerimaan rapor semester pertama di SMK berkesan baik bagi kami maupun wali murid. Anak-anak membuat karya daur ulang yang sekaligus merupakan proses penempuhan SKU Pramuka Penegak. 
Saya berpartisipasi dengan mengeluarkan anting dari kaleng bekas susu yang tadinya adalah karya yang saya ikutkan lomba Daur Ulang GCC Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur dan karya bantal daur ulang bubble wrap. Anak-anak tak mau kalah dengan gurunya. Ada yang membuat sandal dari kantung plastik bekas, tempat tisu dan bekas kotak sepatu, tas kemasan, hiasan dinding, dan bros dari sisa pensil warna. 
Beberapa hari sebelum pelaksanaan, Wibi berkonsultasi karena merasa tidak punya ide. Saya layani konsultasi dengan berusaha mengidentifikasi kemampuan Wibi. Sebenarnya ia memiliki karya sabun, namun karena dibuat dari minyak goreng dan kopi baru, maka tidak termasuk kategori daur ulang. Akhirnya ketemu kalau Wibi suka merancang busana. Ia bisa memanfaatkan koran dan kelambu bekas dan meminjam manekin milik bibinya. Maka jadilah sepasang pakaian pengantin dan satu rancangan pakaian pengiring. 
Setelah saya belajar tentang pembelajaran berdiferensiasi, pembelajaran sosial dan budaya, serta coaching pada paket modul 2 Program Pendidikan Guru Penggerak, saya baru menyadari bahwa apa yang kami lakukan itu sebenarnya adalah implementasi modul 2. Detilnya demikian:

1. Pembelajaran Berdiferensiasi

Pembelajaran berdiferensiasi saya jalankan dalam proses maupun produk. Ada siswa yang memerlukan bimbingan dan bantuan dalam mengerjakan karyanya, ada pula yang tidak. Hal ini adalah implementasi diferensiasi proses. Anak-anak bebas menghasilkan produk daur ulang sesuai bahan yang ada di sekitar mereka dan keterampilannya sebagai implementasi diferensiasi produk. 

2. Pembelajaran Sosial dan Emosi (PSE)

Proses menyelenggarakan pameran memfasilitasi berbagai aspek PSE. Sebagai contoh: siswa dapat memahami potensi diri dan mengelola emosi saat berinteraksi dengan teman sebelum, selama, dan setelah pameran. Pada saat itu muncul sosok-sosok siswa yang tadinya pendiam, tetapi saat pameran sangat aktif. Siswa juga berlatih mengelola diri dengan bersama-sama mencapai tujuan positif. Mereka sangat kompak merancang ruangan dan mewujudkan rancangannya, sehingga ruang kelas kami yang relatif sempit dapat dijadikan ruang pamer karya, sekaligus tempat duduk wali murid saat menerima rapot. 

3. Coaching

Beberapa anak, salah satunya Wibi, menemui saya karena merasa tidak tahu harus membuat karya apa. Percakapan yang kami lakukan secara fisik maupun melalui chat WA, bertujuan untuk mendapatkan solusi. Dalam prosesnya, saya dapat menggali situasi mereka, hobi dan minatnya, serta pengalaman berkarya sebelumnya. Dari situlah muncul berbagai karya yang akan mereka pamerkan. Setelah belajar coaching, saya baru menyadari bahwa pembicaraan itu merupakan implementasi coaching. Dalam percakapan tersebut, mereka memunculkan sendiri alternatif bahan yang mungkin bisa mereka manfaatkan maupun produk yang akan mereka buat. Sebisa mungkin karya tersebut tidak merepotkan orang tua. Ternyata anak-anak bisa. 

Sukses pelaksanaan pameran tidak terlepas dari Kompetensi Keahlian APHP tempat kami bernaung yang memfasilitasi banner dan promosi. Selain itu banyak guru yang datang berkunjung dalam pameran. Orang tua tidak kalah hebat perannya, dalam bentuk dukungan selama proses pengerjaan maupun saat pameran. Hal ini dapat dibuktikan bahwa dari 36 wali murid yang diundang, hanya satu orang yang tidak hadir karena situasi yang sangat tidak memungkinkan. Usai pameran, anak-anak lebih percaya diri dengan jurusannya. Mereka kembali mengulang proses serupa dalam pengerjaan P5 kearifan lokal dan berbagai kegiatan kami berikutnya. 

Setiap Siswa Memiliki Potensi

Sebagai pemimpin pembelajaran di kelas, saya merasa keterampilan coaching sangat penting dan bermanfaat. Dengan proses coaching yang dipadukan dengan pembelajaran berdiferensiasi dan PSE, sebisa mungkin saya menghadirkan suasana belajar yang menyenangkan dan berpihak kepada murid. Dalam proses-proses coaching yang saya jalankan, tidak hanya masalah coachee (baik guru maupun siswa) yang mendapatkan solusi, namun saya sebagai coach juga mendapatkan wawasan baru dan semakin terampil. Mungkin di sini benar bahwa jam terbang itu tidak menipu. Semakin tinggi jam terbang, semakin terampil seseorang. Saya pikir, saya perlu terus melatih kemampuan ini sehingga ke depannya saya semakin baik sebagai coach bagi siswa saya maupun bagi rekan guru. 

Saya percaya, guru yang baik itu bukan yang tahu segalanya, tetapi yang mampu mengelola diri dengan baik, terus belajar, dan berupaya menghadikan kegiatan belajar yang berpihak kepada siswa.  
Salam Guru Penggerak. Tergerak. Bergerak. Menggerakkan. 

Posting Komentar

0 Komentar