7 Catatan Romadhon 1440 H


Menurut ibu, saya lahir tanggal 15 Romadhon 1398 H. Tepat di kota kami ada karnaval peringatan tujuh belas.
Romadhon kali ini, saya banyak merenung tentang banyak hal. Ini tujuh diantaranya:
1. Konsisten
Sepanjang masa pertumbuhan, lingkungan saya tidak terlalu agamis. Salah satu patron saya dalam ibadah adalah nenek buyut, yang sejak saya kelas tiga SD rutin membangunkan saya sebelum Subuh, lalu mengajak saya ikut jamaah di surau. Walau lebih sering tidak 100% saat beribadah, tetapi saya tahu bahwa salat berjamaah itu lebih semangat.
Setelah salat, salim-salim. Saya jadi kenal banyak manusia senior. Yang sampai bertahun kemudian masih banyak yang mengingat saya.
Saat sudah punya dua bidadari, konsisten ini saya berusaha terapkan juga. Salah satu yang perlu saya bagikan di sini adalah pembiasaan salat berjamaah. Paska Romadhon 1438 H, kami memyepakati 1 waktu, yaitu antara Magrib atau Isya'. Awalnya memang berat. Sekalipun sedang haid, kami berusaha tetap mendampingi junior. Alhamdulillah, semakin hari semua terasa semakin ringan dari hari ke hari.
Di tahun berikutnya, kami sepakati menambah waktu. Alhamdulillah, dari hari ke hari, sudah tidak muncul keluhan lagi.
2. Ikhlas
Saya memaknai ikhlas sebagai hilangnya rasa berat ketika melepas sesuatu. Nah, bulan ini, salah satu organisasi saya berinisiatif mengadakan kegiatan sosial. Nah, salah satu leader mungkin sifatnya ingin mengajak kita bersedekah. Anehnya, ajakan yang dirupakan japri kok lama-kelamaan terasa sebagai gangguan bagi saya. Japrian itu bisa berlangsung berkali-kali sehari dan baru berhenti saat sudah tf.
Menilik dalam diri sendiri, dengan menimbang bendera yang kemudian dikibarkan setiap kali penyerahan hasil pengumpulan sedekah, serta kondisi hati yang kemudian jadi terpengaruh saat melepas, akhirnya saya tutup sementara akses informasi. Sepertinya, saya punya PR belajar ikhlas nih.
3. Nikmat
Beberapa literatur saya menyebutkan, kita menjalani ibadah terasa berat dan tidak memberikan efek pada perilaku, itu karena kita belum tahu nikmatnya ibadah itu.
Bulan ini, saya mendapat pencerahan melalui junior.
Mungkin masih sulit bagi mereka bangun sangat pagi, memasak makanan untuk sahur, dan sahur tepat waktu. Nah, agar semua bisa makan tepat waktu dengan nikmat, saya setidaknya harus bangun jam 2 pagi. Awal Romadhon, berat. Pasti. Namun melihat semangat junior dan ucapan terima kasih mereka, rasa berat itu menghilang. Saya bahkan jadi punya me time di pagi buta itu. Ya Allah, semoga semangat ini tetap terbawa meski Romadhon 1440 H sudah berlalu. Aamiin.
4. Salat Malam
Tahun ini, belum bisa rutin salat malam. Namun beneran, saat bisa, salat malam itu lebih menenangkan. Suasana yang relatif sunyi, membawa 'rasa' dalam salat. Tiadanya gangguan, jadi kalau mau curhat, mengadu, atau minta, rasanya beda dengan dalam kondisi biasa.
Oh ya. Ada satu lagi situasi yang rasanya sangat berkesan. Salah satu imam salat kami adalah hafidz dan saat jadi imam, bacaannya tidak cuma indah, tetapi surat yang dibaca tidak biasa.
Saat beliau membacakan qunut, saya merasa begitu tersentuh. Barokallah, Bapak Imam (yang saya belum tahu namanya). Semoga menginspirasi generasi berikutnya untuk mengikuti jejak panjenengan memuliakan ayat-ayatNya.
5. I'tikaf
Salah satu pembicara kultum setelah tarawih mengajarkan agar saat datang ke masjid, kita niatkan i'tikaf. Sehingga apapun yang kita lakukan menjadi catatan ibadah. Walau mungkin belum bisa berlama-lama, tetapi 'perjalanan satu kilometer harus dimulai dari meter pertama'.
6. Zakat
Pengumuman pengumpulan zakat sudah keluar sejak pertengahan Romadhon. Tetapi baru tertangani di H-1. Nah, tahun depan harus lebih baik. Jangan menunda-nunda.
Selain itu, telisik benar orang-orang yang berhak menerima di sekitar kita. Termasuk orang-orang tua mana saja yang bisa jadi berhak.
7. Maaf
Salah satu poin penting 1 Syawal adalah 'maaf'. Tetapi, sudah seberapa ikhlas kita memaafkan dan minta maaf?
Pagi Syawal ini, ada yang sudah marah-marah pada saya gegara terlambat Subuh karena merasa tidak dibangunkan. Padahal, sejak sebelum Subuh saya sudah bangunkan, namun minim respon. Nah, kalau menuruti kata hati, inginnya balik marah. Namun, apa gunanya. Jalan terbaik sementara, saya tidak minat berdebat, jadi berusaha diam. Syukurlah, dianya sadar saya diam pasti ada sebabnya. Dia minta maaf terlebih dahulu. Nah, selesai.
Jadi, Kawan, kadang diampun bisa lho membantu menyelesaikan masalah.

Apa yang saya tuliskan di sini semata untuk menjadi catatan pribadi, yang mungkin suatu saat kelak dibaca dan dibutuhkan oleh saya sendiri atau junior. Jika bermanfaat bagi teman-teman yang lain, Alhamdulillah. Kebenaran semata dari Allah. Ketidaksempurnaan adalah sifat manusia. Kami masih terus belajar menjadi lebih baik.
Selamat hari Raya Idul Fitri.
Semoga kita semua menjadi insan yang lebih baik.

Posting Komentar

0 Komentar